Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda kebijakan *co-payment* 10 persen untuk asuransi kesehatan. Kebijakan yang seharusnya berlaku 1 Januari 2026 ini ditunda menyusul polemik publik dan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada 30 Juni 2025.
Penundaan ini disambut baik oleh DPR dan OJK. Kedua lembaga sepakat untuk melibatkan berbagai pihak dalam merumuskan aturan yang lebih komprehensif dan berkeadilan.
Penundaan Kebijakan *Co-payment* Asuransi Kesehatan
Surat Edaran OJK No. 7/SEOJK.05/2025 yang diterbitkan pada 19 Mei 2025, memicu kontroversi karena mewajibkan peserta menanggung sebagian biaya klaim, minimal 10 persen, dengan batas maksimal Rp 300.000 untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan penundaan berlaku hingga Peraturan OJK (POJK) sebagai payung hukumnya terbit. Komisi XI berkomitmen untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam merumuskan aturan yang lebih adil.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan menerima keputusan penundaan tersebut. Hal senada disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono.
Alasan OJK Menerapkan *Co-payment* dan Pertimbangan Penundaan
OJK tetap menilai regulasi *co-payment* penting untuk keberlanjutan industri asuransi kesehatan. Rasio klaim yang mendekati 100 persen, ditambah biaya operasional, bahkan melebihinya.
Tahun lalu, premi asuransi kesehatan rata-rata naik lebih dari 40 persen. Lonjakan premi dan tingginya klaim menjadi alasan utama penerapan skema *co-payment*.
Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa *co-payment* merupakan salah satu instrumen untuk memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan. Dengan kurs Rp 16.500 per dollar AS, batas maksimal *co-payment* setara 18,18 dollar AS (Rp 300.000) untuk rawat jalan dan 181,82 dollar AS (Rp 3 juta) untuk rawat inap.
Langkah Selanjutnya dan Harapan Ke Depan
Waktu pemberlakuan aturan *co-payment* belum ditentukan. OJK memastikan penyusunan POJK akan melibatkan berbagai pihak.
Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan perlindungan konsumen dan keberlangsungan industri asuransi kesehatan. Proses ini diharapkan menghasilkan regulasi yang lebih komprehensif dan diterima oleh seluruh pemangku kepentingan.
Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk asosiasi profesi, perusahaan asuransi, dan konsumen, sangat penting dalam penyusunan POJK ini. Harapannya, regulasi baru nantinya dapat mengatasi permasalahan yang ada dan menciptakan ekosistem asuransi yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan melibatkan semua pihak, diharapkan regulasi *co-payment* yang baru nanti akan lebih bijak dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kemampuan finansial masyarakat dan kebutuhan layanan kesehatan yang memadai.
Penundaan ini memberikan kesempatan untuk melakukan kajian lebih mendalam dan memastikan regulasi yang dihasilkan adil bagi semua pihak. Proses ini menunjukan komitmen pemerintah dan OJK untuk menciptakan sistem asuransi kesehatan yang berkelanjutan dan melindungi kepentingan masyarakat.