Bank Pembangunan Asia (ADB) meningkatkan komitmennya dalam memerangi kelaparan dan malnutrisi di Asia dan Pasifik. Mereka mengumumkan tambahan dana sebesar US$ 26 miliar untuk inisiatif ketahanan pangan dan gizi, meningkatkan total pendanaan menjadi US$ 40 miliar (sekitar Rp 656 triliun) selama periode 2022-2030.
Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai program-program komprehensif yang meliputi seluruh rantai pasok makanan, dari pertanian hingga konsumsi. Tujuannya adalah untuk membantu negara-negara di kawasan tersebut menghasilkan makanan yang beragam, bergizi, dan berkelanjutan.
Meningkatkan Ketahanan Pangan di Asia dan Pasifik
Presiden ADB, Masato Kanda, menekankan urgensi langkah ini di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin ekstrem. Kekeringan, banjir, dan panas ekstrem telah mengancam produksi pertanian dan ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Dukungan yang diperluas ini diharapkan dapat mengurangi kelaparan, memperbaiki pola makan masyarakat, dan melindungi lingkungan. Selain itu, program ini juga akan menciptakan peluang ekonomi bagi petani dan pelaku bisnis di sektor pertanian.
Strategi Pendanaan Komprehensif ADB
Pendanaan sebesar US$ 40 miliar ini mencakup berbagai strategi. US$ 18,5 miliar akan disalurkan langsung sebagai dukungan kepada pemerintah, sedangkan US$ 7,5 miliar ditujukan untuk investasi di sektor swasta.
ADB menargetkan investasi sektor swasta akan mencapai lebih dari 27% dari total pendanaan pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan keyakinan ADB terhadap peran penting sektor swasta dalam transformasi sistem pangan.
Komitmen awal ADB pada September 2022 sebesar US$ 14 miliar untuk periode hingga 2025 telah mencapai 80% realisasinya pada akhir 2024. Tambahan US$ 3,3 miliar pun diprogramkan untuk tahun 2025.
Transformasi Sistem Pangan yang Berkelanjutan
Program ini akan fokus pada modernisasi rantai nilai pertanian untuk meningkatkan akses terhadap makanan yang terjangkau dan sehat, terutama bagi kelompok rentan.
Investasi juga akan diarahkan pada peningkatan kualitas tanah dan pelestarian keanekaragaman hayati. Hal ini sangat penting mengingat ancaman perubahan iklim, polusi, dan hilangnya ekosistem tanah dan air terhadap produktivitas pertanian.
Teknologi digital dan analitik data juga akan diadopsi untuk meningkatkan pengambilan keputusan bagi petani, pelaku agrobisnis, dan pembuat kebijakan. Tujuannya adalah menciptakan sistem pangan yang lebih efisien dan tangguh.
Lebih dari separuh populasi yang kekurangan gizi di dunia berada di negara-negara berkembang di Asia. Sistem pangan, yang menyumbang 70% penggunaan air global, 50% lahan yang dapat dihuni, dan 80% hilangnya keanekaragaman hayati, juga mempekerjakan 40% tenaga kerja di kawasan ini. Oleh karena itu, transformasi sistem pangan merupakan langkah krusial untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan.
Dengan komitmen pendanaan yang signifikan dan strategi yang komprehensif, ADB berharap dapat mendorong perubahan yang berarti dalam sistem pangan di Asia dan Pasifik. Inisiatif ini tidak hanya akan mengatasi masalah kelaparan dan malnutrisi, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.