preloader

Benarkah Family Office Banjiri Investasi RI Seperti Klaim Luhut?

Benarkah Family Office Banjiri Investasi RI Seperti Klaim Luhut?

Pemerintah Indonesia berencana membentuk family office untuk menarik investasi asing. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan minat investor asing terhadap rencana ini. Ia yakin family office dapat menarik dana besar dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia. “Dan dari situ bisa melakukan investasi dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja dan tentu menguntungkan rakyat Indonesia ke depannya,” ujar Luhut.

Luhut bahkan mengklaim beberapa investor asing telah menyatakan minat dan telah mendaftarkan diri. Ia menjanjikan pengumuman lebih detail dalam beberapa minggu mendatang setelah rencana ini lebih konkrit. “Sudah ada beberapa (investor asing), malah luar biasa. Mereka sudah bilang kami yang pertama sudah mendaftar ada beberapa nama mungkin dalam dua dan tiga minggu ke depan kalau sudah makin ada bentuknya nanti kita akan beritahu,” imbuhnya.

Potensi dan Tantangan Family Office di Indonesia

Namun, rencana ini menuai pro dan kontra. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, meragukan efektivitas family office sebagai penarik investasi utama. Ia belum pernah melihat negara lain menjadikan family office sebagai andalan untuk menarik investasi asing secara signifikan. “Kecuali menjadikan Bali sebagai surga bebas pajak atau insentif menarik bagi multinational corporation untuk membangun research center di Bali seperti di Irlandia misalnya. Nah itu mungkin akan berbeda efeknya,” katanya.

Ronny berpendapat bahwa family office mungkin hanya akan menghasilkan investasi skala kecil, seperti pembangunan vila di Bali, yang sebenarnya sudah termasuk dalam investasi pariwisata yang umum. Ia juga mempertanyakan skema yang ditawarkan pemerintah kepada calon investor. “Mengapa orang kaya dunia harus bangun family office di Bali? Kenapa? Apa yang ditawarkan? Kayaknya itu belum dijawab pemerintah,” katanya.

Meskipun mengakui potensi peningkatan cadangan devisa, Ronny menekankan pentingnya insentif dan kelonggaran regulasi untuk menarik investor kaya. Faktor-faktor seperti privasi, stabilitas, keamanan aset, kepastian hukum, layanan yang baik, dan kebijakan perpajakan yang menarik menjadi kunci utama. Lebih jauh lagi, ia memperingatkan potensi penyalahgunaan family office sebagai alat pencucian uang mengingat tingginya angka korupsi di Indonesia.

Pertimbangan Kritis terhadap Rencana Family Office

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, melihat rencana ini sebagai kebijakan sporadis yang menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan pasokan dolar AS secara cepat. Ia menilai pemerintah seakan panik untuk menguatkan nilai tukar rupiah yang saat ini masih terpuruk. Menurutnya, potensi keuntungan tidak sebanding dengan potensi kerugiannya.

Yusuf menjelaskan bahwa regulasi untuk mendorong bisnis family office membutuhkan insentif fiskal yang besar, seperti pembebasan pajak dan kemudahan investasi dengan tingkat keuntungan yang kompetitif. Hal ini berisiko meningkatkan kerentanan terhadap pencucian uang dan mengurangi penerimaan pajak. Ia juga mempertanyakan kemampuan Indonesia bersaing dengan negara-negara seperti Singapura, Swiss, Inggris, dan Hong Kong yang sudah mapan sebagai pusat keuangan dunia dan surga pajak.

Yusuf menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan penerimaan pajak dari kelompok terkaya di Indonesia yang selama ini banyak yang menghindari pajak. Ia menganggap rencana family office sebagai langkah yang kurang efektif dibandingkan dengan upaya yang lebih terarah dan sistematis dalam meningkatkan penerimaan pajak dari kalangan ini. “Pemerintah lebih baik serius mengejar kewajiban pajak warga negara super kaya kita yang banyak menyembunyikan kekayaan nya di negara-negara tax haven dan global financial hub tersebut,” katanya.

Kesimpulan

Rencana pemerintah membentuk family office untuk menarik investasi asing memiliki potensi dan tantangan yang signifikan. Keberhasilannya bergantung pada sejumlah faktor, termasuk insentif yang ditawarkan, kerangka regulasi yang kuat, dan kemampuan Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain yang sudah mapan sebagai pusat keuangan global. Pertimbangan yang cermat terhadap potensi penyalahgunaan dan dampaknya terhadap penerimaan pajak juga sangat penting.

Related Post