Persatuan Pensiunan Badan Usaha Milik Negara Strategi (P2BUMNS) melayangkan tudingan serius terkait penggunaan dana pensiun anggotanya. Mereka mengklaim dana tersebut digunakan untuk pengembangan anak usaha perusahaan, yang kini memiliki aset hingga Rp 4,1 triliun.
Tudingan tersebut disampaikan Presiden P2BUMNS, Ahmad Daryoko, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR RI pada Senin, 5 Mei 2025. RDPU ini membahas dugaan penggelapan hasil tabungan pegawai BUMN.
Daftar Baca
Latar Belakang Masalah: Lonjakan Harga Minyak dan SK Tambahan Pendapatan
Daryoko menjelaskan, pada tahun 1973-1974, lonjakan harga minyak dan melimpahnya produksi minyak Indonesia berdampak pada dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) mengenai tambahan pendapatan karyawan BUMN hingga Rp 50 juta per orang.
Tambahan pendapatan ini, menurut SK, hanya dapat dicairkan saat karyawan pensiun atau mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, permasalahan muncul dari ketentuan pencairan ini.
Penggunaan Dana Pensiun untuk Anak Usaha
Daryoko menyatakan, dana pensiun yang seharusnya diberikan kepada para pensiunan justru dialihkan untuk membentuk entitas anak usaha baru.
Awalnya, perusahaan BUMN mendirikan sebuah yayasan. Kemudian, pada tahun 2000-an, dibentuk anak usaha yang diduga menggunakan dana pensiun karyawan BUMN.
Anak usaha tersebut, menurut Daryoko, murni berorientasi bisnis. Ia menyebut pembentukan anak usaha ini sebagai awal mula permasalahan.
Aset Anak Usaha dan Nasib Pensiunan
Pada tahun 2023, laporan keuangan anak usaha tersebut menunjukan total aset mencapai Rp 4,1 triliun.
Pemegang saham anak usaha adalah para pensiunan BUMN terkait. Ironisnya, banyak pensiunan BUMN hanya menerima Rp 500 ribu per bulan.
Kondisi ini dinilai tidak adil mengingat kontribusi besar para pensiunan dalam pembentukan anak usaha tersebut.
Perbedaan Perlakuan dan Implikasi Hukum
Daryoko menekankan, jika tambahan pendapatan diberikan langsung pada tahun 1970-an, permasalahan ini mungkin tidak akan terjadi.
Ia menyoroti perbedaan perlakuan yang merugikan para pensiunan BUMN. Mereka seharusnya mendapatkan manfaat lebih besar dari kontribusi mereka.
Pihak P2BUMNS berharap DPR RI dapat menindaklanjuti temuan ini dan mencari solusi yang adil bagi para pensiunan BUMN yang dirugikan.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pensiun.
Perlindungan hak-hak pensiunan BUMN perlu diprioritaskan, dan tindakan hukum yang tegas perlu diambil jika ditemukan pelanggaran hukum.
Ke depannya, pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang. Sistem pengelolaan dana pensiun yang lebih transparan dan akuntabel harus diimplementasikan.
Kasus ini juga menjadi sorotan penting bagi BUMN lainnya agar lebih memperhatikan kesejahteraan pensiunannya. Peran pemerintah dalam mengawasi dan melindungi hak-hak pensiunan juga sangat crucial.