Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya akurasi data stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). PIBC merupakan salah satu barometer utama dalam pengukuran stok beras nasional, sehingga data yang akurat sangat krusial.
Pernyataan ini muncul setelah Arief melakukan peninjauan langsung ke PIBC. Peninjauan ini juga dilakukan menyusul adanya kekhawatiran terkait data stok beras di PIBC yang sempat menjadi perhatian Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Data PIBC Harus Akurat
Arief menegaskan perlunya penghitungan stok beras yang akurat di PIBC. Data yang tidak akurat dapat menyebabkan kesalahan dalam perencanaan dan pendistribusian beras.
Ia menekankan pentingnya pembaruan data secara berkala. Data *in-out* beras setiap harinya harus selalu *update* untuk mencerminkan kondisi riil di lapangan.
PT Food Station Tjipinang Jaya, pengelola PIBC, diminta untuk melakukan pembaruan data secara konsisten. Metode *stock opname* disarankan untuk mencocokkan data buku dengan stok fisik beras.
Tujuannya adalah memastikan kesesuaian data. Data stok beras yang akurat sangat penting untuk pengambilan keputusan yang tepat dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras.
Perhatian Menteri Pertanian
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya telah menyatakan keprihatinannya. Pemerintah berkomitmen untuk menindak tegas praktik curang yang merugikan petani dan masyarakat.
Kementan berkolaborasi dengan Satgas Pangan Mabes Polri. Kolaborasi ini bertujuan untuk menyelidiki dugaan manipulasi data dan permainan harga beras.
Amran menekankan pentingnya kerjasama. Pemerintah berupaya mencegah kerugian yang disebabkan oleh oknum yang bermain di sektor pangan.
Indikasi Manipulasi Stok dan Investigasi Satgas Pangan
Berdasarkan data dari Food Station Tjipinang dan investigasi lapangan, ditemukan indikasi manipulasi data stok beras di PIBC. Salah satu temuan yang mengejutkan adalah lonjakan drastis jumlah beras yang keluar dari pasar dalam sehari.
Amran mencatat disparitas harga. Harga beras di tingkat petani turun, sementara harga di konsumen naik. Hal ini mengindikasikan adanya ketidakberesan dalam rantai pasokan.
Satgas Pangan Mabes Polri melakukan investigasi. Investigasi ini menindaklanjuti dugaan manipulasi data dan kekurangan pasokan beras.
Hasil investigasi Satgas Pangan menemukan beberapa kejanggalan. Data pengeluaran beras pada 28 Mei 2025 sebesar 11.410 ton dinyatakan tidak valid.
Data riil pengeluaran beras hanya 2.368 ton. Angka ini jauh berbeda dengan data yang tertera di panel informasi stok beras PIBC.
Stok 46.551 ton yang dilaporkan juga dipertanyakan. Angka ini tidak didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan.
Pengeluaran beras dalam jumlah kecil tidak tercatat. Penggunaan kendaraan pribadi seperti mobil, motor, dan bajaj tidak tercatat karena volumenya kecil.
PIBC juga tidak memiliki SOP resmi *stock opname*. *Stock opname* terakhir dilakukan pada Oktober/November 2023 dan baru dilakukan lagi pada Mei 2025.
Kesimpulannya, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan data stok pangan. Ke depan, diperlukan peningkatan sistem manajemen data dan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah manipulasi dan memastikan keakuratan informasi bagi seluruh pemangku kepentingan.