Rencana pemerintah menurunkan luas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi telah memicu perdebatan publik. Banyak pertanyaan muncul terkait kelayakan dan penerimaan masyarakat terhadap hunian sekecil itu. Untuk memahami lebih dalam, mari kita lihat data tren pencarian hunian di Jabodetabek.
Rumah123, platform properti terkemuka, baru-baru ini merilis data menarik tentang minat masyarakat terhadap hunian berukuran kecil di wilayah Jabodetabek periode Januari hingga Mei 2025. Temuan ini memberikan gambaran nyata mengenai preferensi pasar properti dan seberapa siap masyarakat menerima perubahan kebijakan pemerintah.
Daftar Baca
Minat Rendah terhadap Hunian Super Kecil
Data Rumah123 menunjukkan minat masyarakat terhadap hunian di bawah 20 m² masih sangat rendah, baik untuk rumah tapak maupun apartemen. Hanya 0,8% pencari rumah tapak dan 3,9% pencari apartemen yang tertarik dengan hunian berukuran tersebut.
Head of Research Rumah123, Marisa Jaya, menjelaskan bahwa angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan riil masyarakat.
Preferensi Hunian di Jabodetabek
Rumah tapak berukuran 90-150 m² menjadi pilihan paling populer, dengan 23,4% pencarian. Ukuran 20-60 m² dan 60-90 m² masing-masing menempati posisi kedua dan ketiga.
Untuk apartemen, segmen 20-60 m² mendominasi dengan proporsi hingga 47,9%. Ini menunjukkan perbedaan preferensi yang cukup signifikan antara rumah tapak dan apartemen.
Marisa menambahkan, perbedaan ini mencerminkan kebutuhan dan ekspektasi konsumen yang berbeda. Apartemen kecil lebih diterima karena efisiensi dan cocok untuk individu atau pasangan muda. Sedangkan rumah tapak lebih diminati karena fleksibilitas dan ruang yang lebih luas.
Rumah Tapak
Permintaan rumah tapak berukuran sangat kecil (≤ 20 m²) di Jabodetabek nyaris tidak ada, kecuali di Jakarta Utara yang mencatat minat 2,7%.
Hunian tapak 20-60 m² lebih banyak dicari di kota satelit seperti Depok (38,9%), Bogor (36,7%), dan Bekasi (33,6%).
Tangerang, Tangerang Selatan, dan Jakarta lebih menyukai rumah yang lebih besar (60-90 m², 90-150 m², bahkan >250 m²).
Apartemen
Apartemen kecil (≤ 20 m²) menarik minat meskipun tidak dominan. Permintaan tertinggi berasal dari Depok (23%), Bogor (11,6%), Tangerang (9,8%), Bekasi (9,2%), dan Tangerang Selatan (6,6%).
Di Jakarta, permintaan apartemen mikro di bawah 5%. Sebagian besar pencarian masih terkonsentrasi pada ukuran 20-60 m², dengan porsi 27% hingga 85,2% tergantung wilayah.
Alasan Usulan Rumah Subsidi 18 Meter Persegi
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) mengusulkan rumah subsidi 18 m² agar lebih terjangkau, mengingat harga lahan yang terus meningkat.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menjelaskan tujuannya agar rumah subsidi dapat mendekat ke perkotaan atau ditawarkan dengan harga yang lebih baik.
Dengan beragam pilihan ukuran, masyarakat dapat memilih sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial. Masyarakat yang sudah berkeluarga mungkin akan memilih rumah yang lebih besar, sementara yang lajang bisa memilih yang lebih kecil dan murah.
Sri menekankan bahwa usulan ini sebagai opsi tambahan, bukan pengganti regulasi sebelumnya. Tujuannya adalah untuk merespon kebutuhan masyarakat, khususnya generasi muda yang menginginkan rumah subsidi dekat tempat kerja.
Sasaran utama pembangunan rumah subsidi adalah wilayah metropolitan dan aglomerasi, termasuk daerah di luar Jabodetabek.
Rencana ini masih dalam pembahasan dan Kementerian PKP berencana melibatkan berbagai asosiasi dan ahli, seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), untuk penyempurnaan regulasi.
Kesimpulannya, meskipun pemerintah berupaya menyediakan rumah subsidi yang lebih terjangkau dengan ukuran yang lebih kecil, data menunjukkan bahwa preferensi masyarakat, khususnya di Jabodetabek, masih cenderung memilih hunian yang lebih luas. Pertimbangan ini penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang tepat sasaran dan sejalan dengan kebutuhan riil masyarakat.