preloader

Indonesia Anjlok! Daya Saing Asia Tenggara IMD Turun 13 Peringkat

Indonesia Anjlok! Daya Saing Asia Tenggara IMD Turun 13 Peringkat

Indonesia mengalami penurunan peringkat daya saing yang signifikan dalam riset World Competitiveness Ranking (WCR) 2025. IMD World Competitiveness Center (WCC) menempatkan Indonesia di peringkat 40 dari 69 negara, merosot 13 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini merupakan yang terburuk di antara negara-negara lain dalam peringkat WCR 2025, bahkan setelah menunjukkan peningkatan signifikan selama tiga tahun terakhir.

Meskipun Indonesia sempat menunjukkan kinerja daya saing terbaik pasca pandemi, naik 11 peringkat berkat ekspor migas dan komoditi, peringkatnya kini anjlok akibat perang tarif yang berdampak pada kawasan Asia Tenggara. Direktur WCC IMD, Arturo Bris, menjelaskan hal tersebut dalam keterangannya di Jakarta.

Anjloknya Peringkat Daya Saing Indonesia

Penurunan 13 peringkat Indonesia dalam WCR 2025 melebihi penurunan peringkat Turki yang juga mengalami penurunan 13 peringkat. Kedua negara ini mencatatkan penurunan terburuk di antara negara-negara peserta.

Turki mengalami kemerosotan akibat buruknya kondisi ekonomi, khususnya krisis mata uang. Sementara itu, penurunan peringkat Indonesia turut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang akan dibahas lebih lanjut.

Beberapa negara Asia Tenggara lainnya juga mengalami penurunan peringkat. Thailand turun 5 peringkat dan Singapura turun 1 peringkat. Namun, Malaysia justru naik 11 peringkat dan Filipina naik 1 peringkat.

Kenaikan peringkat Malaysia dan Filipina didorong oleh kebijakan industri dan investasi digital yang strategis. Peringkat lima besar negara ASEAN dalam WCR 2025 adalah Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 23), Thailand (peringkat 30), Indonesia (peringkat 40), dan Filipina (peringkat 51).

Masalah Ekonomi dan Pengangguran: Akar Permasalahan Daya Saing

Riset WCR 2025 menggunakan data keras dan survei terhadap 6.162 responden eksekutif di berbagai negara. Sebanyak 262 informasi, meliputi 170 data eksternal dan 92 respons survei, dipertimbangkan dalam penentuan peringkat.

Survei menunjukkan bahwa 66,1% eksekutif Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi sebagai penyebab polarisasi. Ini mengindikasikan perlunya perbaikan infrastruktur, penguatan lembaga, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Pembangunan yang tidak inklusif telah menciptakan ketimpangan struktural, angka pengangguran tinggi, dan pembangunan yang tidak merata. Minimnya lapangan kerja baru menyebabkan frustrasi masyarakat dan menghambat mobilitas sosial.

Persentase eksekutif yang melihat kurangnya peluang ekonomi sebagai pendorong polarisasi juga tinggi di Afrika Selatan (74,6%) dan China (68,1%). Sebaliknya, angka tersebut jauh lebih rendah di negara-negara Nordik, yang memiliki pasar tenaga kerja yang kuat dan distribusi pendapatan yang merata.

Langkah-langkah Memulihkan Daya Saing Indonesia

Untuk mengatasi penurunan daya saing, Lembaga Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (yang bermitra dengan WCC) menyarankan pengembangan tenaga kerja produktif. Integrasi strategi dari hulu ke hilir juga sangat penting.

Kebijakan pemerintah menjadi kunci daya saing jangka panjang. Indonesia masih tertinggal dalam hal pendidikan (peringkat 62), kesehatan dan lingkungan (peringkat 63), dan kerangka institusional pemerintah (peringkat 51).

Efisiensi pemerintah harus diprioritaskan untuk membangun ketahanan ekonomi dan daya tarik investasi. Hal ini disampaikan kembali oleh Arturo Bris.

WCR 2025 memperhitungkan empat komponen: performa ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Indonesia mengalami penurunan pada tiga dari empat faktor tersebut.

Performa ekonomi Indonesia stagnan, sementara efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur mengalami penurunan. Investasi internasional perlu ditingkatkan, mengingat peringkatnya turun dari 36 ke 42.

Nilai ekspor layanan komersial juga rendah (peringkat 63). Pertumbuhan PDB per kapita dan riil menjadi penopang kekuatan performa ekonomi Indonesia.

Efisiensi pemerintah perlu diperbaiki, khususnya kerangka kerja institusional (turun dari peringkat 25 ke 51). Pemerintah perlu mengatasi masalah struktur biaya yang tidak efektif, kemudahan prosedur pendirian perusahaan baru, cadangan mata uang asing per kapita, dan kekuatan paspor Indonesia.

Efisiensi bisnis juga turun dari peringkat 14 ke 26. Perhatian perlu diberikan pada ketersediaan tenaga kerja asing, akses ke layanan finansial, dan tingkat produktivitas.

Infrastruktur teknologi juga perlu mendapat perhatian serius, karena peringkatnya merosot dari 32 ke 46. Hal ini disebabkan oleh rendahnya total belanja kesehatan, belanja pemerintah untuk pendidikan, jumlah paten, dan kecepatan bandwidth internet.

Secara keseluruhan, perbaikan daya saing Indonesia membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan peningkatan kualitas SDM, reformasi birokrasi, dan investasi di infrastruktur, terutama teknologi. Dengan fokus pada hal-hal ini, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan peringkat daya saingnya di masa mendatang dan mengurangi kesenjangan dengan negara-negara ASEAN lainnya yang menunjukkan kemajuan pesat.

Related Post