Indonesia dan Singapura resmi menyepakati kerja sama ekspor energi bersih. Kesepakatan ini ditandai dengan nilai investasi awal yang fantastis, mencapai USD 10 miliar atau sekitar Rp 162,65 triliun. Pengumuman resmi dilakukan dalam pertemuan Leader’s Retreat antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, di Singapura pada Senin, 16 Juni 2025.
Kerja sama ini merupakan hasil negosiasi panjang kedua negara, mencari bentuk kolaborasi yang saling menguntungkan. Prosesnya melibatkan berbagai pembahasan mendalam untuk memastikan kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Daftar Baca
Indonesia Sepakat Ekspor Energi Bersih ke Singapura: Investasi Awal Rp 162,6 Triliun
Nilai investasi awal yang disepakati untuk proyek ekspor energi bersih ini mencapai USD 10 miliar. Angka ini setara dengan Rp 162,65 triliun dengan kurs Rp 16.625 per dolar AS.
Kesepakatan tersebut diumumkan secara resmi oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Ia menekankan pentingnya kerja sama ini bagi kedua negara.
Negosiasi Panjang Menuju Kesepakatan yang Menguntungkan
Menteri ESDM menjelaskan bahwa negosiasi antara Indonesia dan Singapura berlangsung cukup lama. Kedua negara berkomitmen untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Singapura, menurut Bahlil, menginginkan ekspor energi bersih dari Indonesia. Selain itu, Singapura juga meminta Indonesia untuk menerima teknologi CCS (Carbon Capture Storage).
Sebagai balasannya, Indonesia meminta Singapura mempertimbangkan pembangunan kawasan industri. Pembangunan ini akan fokus pada hilirisasi dengan energi terbarukan.
Nota Kesepahaman (MoU) terkait kerja sama ini telah ditandatangani pada Jumat, 14 Juni 2025 di Jakarta. Pengumuman resmi dilakukan di hadapan kedua kepala negara pada Senin, 16 Juni 2025.
Investasi Tambahan untuk Pembangunan Kawasan Industri
Investasi USD 10 miliar merupakan angka minimal. Angka ini belum termasuk investasi tambahan untuk pembangunan kawasan industri di Kepulauan Riau (Kepri).
Kawasan industri ini akan dibangun bersama, mirip dengan model kerja sama yang sudah berjalan antara Singapura dan Malaysia.
Lokasi pembangunan direncanakan di Karimun, Bintan, dan Batam. Kedekatan lokasi dengan Singapura menjadi pertimbangan utama pemilihan lokasi ini.
Bahlil menambahkan, tim Task Force telah dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan proyek ini. Ekspor energi terbarukan akan dilakukan dengan syarat pembangunan kawasan industri juga dijalankan, menciptakan situasi yang saling menguntungkan.
Proses Legalitas dan Persiapan Infrastruktur
Calon investor telah melalui proses pemeriksaan legalitas oleh Menteri Hukum dan tidak ditemukan masalah. Data calon investor kemudian diserahkan kepada Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM.
Tantangan lain adalah pembangunan infrastruktur pendukung. Pembangunan perumahan, misalnya, menjadi tanggung jawab Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Hal ini diperlukan agar pembangunan land di kawasan industri dapat berjalan lancar.
Kerja sama ekspor energi bersih Indonesia-Singapura ini menandai langkah signifikan dalam pengembangan energi terbarukan di kawasan. Investasi besar yang terlibat menunjukkan komitmen kuat kedua negara dalam mewujudkan masa depan energi yang berkelanjutan. Keberhasilan proyek ini bergantung pada koordinasi yang efektif antara berbagai kementerian dan pihak terkait, serta penyelesaian tantangan infrastruktur yang ada. Semoga kerja sama ini dapat menjadi contoh sukses kolaborasi internasional dalam transisi energi.