preloader

Konflik Iran-Israel: Harga Minyak Naik, Hantam Ekonomi Indonesia?

Konflik Iran-Israel: Harga Minyak Naik, Hantam Ekonomi Indonesia?

Harga minyak dunia kembali menunjukkan tren positif pada perdagangan Senin, 16 Juni 2025. Peningkatan harga ini dipicu oleh serangan terbaru antara Israel dan Iran yang terjadi pada akhir pekan. Kejadian tersebut memicu kekhawatiran akan eskalasi konflik regional dan dampak signifikan terhadap ekspor minyak dari Timur Tengah.

Harga minyak Brent tercatat naik USD 1,12 atau 1,5% menjadi USD 75,35 per barel pada pukul 00.19 GMT. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami peningkatan sebesar USD 1,10 atau 1,5%, mencapai USD 74,08 per barel. Kenaikan harga minyak ini bahkan sempat menyentuh lebih dari USD 4 pada awal sesi perdagangan.

Harga Minyak Melonjak Akibat Konflik Israel-Iran

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, harga kedua minyak acuan tersebut telah ditutup dengan kenaikan 7%, setelah sebelumnya melonjak lebih dari 13% dan mencapai titik tertinggi sejak Januari.

Serangan balasan antara Israel dan Iran pada Minggu lalu mengakibatkan korban sipil. Hal ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan meluasnya konflik regional.

Situasi ini memicu kecemasan akan terganggunya jalur pelayaran penting di Selat Hormuz.

Selat Hormuz merupakan jalur vital yang dilalui sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia, atau sekitar 18 hingga 19 juta barel per hari (bpd) minyak, kondensat, dan bahan bakar.

Toshitaka Tazawa, analis dari Fujitomi Securities, menyatakan bahwa pembelian minyak didorong oleh konflik Israel-Iran yang belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian.

Namun, ia juga menambahkan bahwa potensi aksi jual dapat muncul jika kekhawatiran akan reaksi berlebihan mulai meningkat.

Dampak Kenaikan Harga Minyak terhadap Ekonomi Indonesia

Kenaikan harga minyak dunia berdampak negatif bagi anggaran negara Indonesia, terutama karena Indonesia merupakan negara pengimpor minyak.

David Sumual, ekonom BCA, menjelaskan bahwa penguatan harga minyak akan meningkatkan defisit anggaran negara.

Besarnya defisit bergantung pada perkembangan harga minyak ke depannya.

Pemerintah, menurut David, perlu mempercepat diversifikasi konsumsi energi dalam jangka menengah untuk mengurangi ketergantungan pada minyak impor.

Diperlukan juga rencana kontigensi terkait pengaruh ketegangan geopolitik dan dampaknya terhadap harga minyak agar defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3% terhadap PDB.

Skenario Terburuk dan Antisipasi Pemerintah

Ronny P. Sasmita, analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, menilai reli harga minyak saat ini lebih didominasi faktor psikologis.

Kemungkinan penutupan Selat Hormuz oleh Iran dinilai masih rendah, sehingga potensi penurunan pasokan minyak dari Timur Tengah belum signifikan.

Namun, Indonesia perlu bersiap menghadapi skenario terburuk jika terjadi penutupan Selat Hormuz dan penyumbatan pasokan minyak dari Timur Tengah.

Hal tersebut akan meningkatkan beban impor minyak di atas yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Beban subsidi juga akan melonjak tajam, yang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.

Kenaikan harga minyak yang berkelanjutan dapat memaksa pemerintah untuk mempercepat pencabutan subsidi BBM.

Hal ini berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan harga di berbagai sektor dan pengikisan kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kelas menengah akan terdampak, dan kemiskinan mungkin meningkat. Nilai tukar rupiah juga berpotensi melemah dan berdampak pada prospek investasi.

Asumsi dasar ekonomi makro 2025 menetapkan Indonesia Crude Price (ICP) di USD 82 per barel, lebih tinggi dari rata-rata USD 65,29 per barel pada Mei 2025.

Potensi gangguan pada produksi minyak Iran akibat serangan Israel, dan kekhawatiran akan blokade Selat Hormuz, dapat membuat harga minyak melonjak tajam.

Iran, sebagai anggota OPEC, saat ini memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari dan mengekspor lebih dari 2 juta barel per hari minyak dan bahan bakar.

Kapasitas cadangan OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, untuk meningkatkan produksi minyak guna mengimbangi gangguan, kurang lebih setara dengan produksi Iran.

Meskipun Presiden AS dan Kanselir Jerman berharap ada penyelesaian konflik, Iran menyatakan belum terbuka untuk negosiasi gencatan senjata selama masih diserang.

Secara keseluruhan, situasi geopolitik terkini di Timur Tengah menimbulkan ketidakpastian yang cukup signifikan terhadap pasar minyak global. Indonesia, sebagai importir minyak, perlu mempersiapkan strategi yang tepat untuk menghadapi potensi dampak negatif kenaikan harga minyak, baik dari sisi fiskal maupun ekonomi makro secara menyeluruh. Diversifikasi energi dan rencana kontigensi menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini.

Related Post