Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyatakan bertanggung jawab penuh atas kasus hukum yang menimpa Firly Nurochim, pemilik Toko Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait produk makanan beku yang dijual tanpa label kedaluwarsa.
Pernyataan tanggung jawab penuh ini disampaikan Maman saat bertindak sebagai *amicus curiae* (sahabat pengadilan) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarbaru pada Kamis, 15 Mei 2025. Ia menekankan komitmennya dalam pembinaan dan perlindungan UMKM di Indonesia.
Kasus Hukum Pemilik Toko Mama Khas Banjar
Firly Nurochim, pemilik Toko Mama Khas Banjar, menghadapi dakwaan pidana karena diduga tidak mencantumkan label kedaluwarsa pada produk makanan bekunya. Hal ini berawal dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan.
Sebagai *amicus curiae*, Menteri Maman memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Perannya adalah untuk memberikan informasi dan argumen yang mendukung keputusan pengadilan, tanpa terlibat langsung dalam perselisihan.
Perlindungan Hukum bagi UMKM
Maman Abdurrahman menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi UMKM, mengingat kontribusinya yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Ia melihat adanya UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan UU No. 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja) yang perlu diimplementasikan secara optimal.
Penerapan UU tersebut dijabarkan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Peraturan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem usaha yang sehat dan adil bagi UMKM.
Tujuannya adalah agar pengusaha UMKM merasa aman dan nyaman dalam menjalankan usaha. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, daya saing, dan penciptaan lapangan kerja.
Dengan demikian, UMKM dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pembinaan dan perlindungan hukum menjadi kunci keberhasilannya.
Dampak Kontraproduktif Sanksi Pidana
Maman khawatir bahwa proses hukum pidana terhadap Firly dapat menimbulkan efek ketakutan bagi pengusaha UMKM lainnya. Hal ini dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan UMKM secara keseluruhan.
Ia mengakui kewenangan aparat penegak hukum, namun meminta agar penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menekankan sanksi pidana dipertimbangkan ulang. Solusi lain, seperti pembinaan dan sanksi administratif, lebih diutamakan.
Maman berharap putusan pengadilan dapat menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat luas diharapkan mengambil hikmah dari kasus ini.
Maman juga mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak negatif dari sanksi pidana terhadap UMKM lainnya. Hal ini dapat menimbulkan efek domino yang kontraproduktif terhadap perkembangan ekonomi nasional.
Maman Abdurrahman, lahir 10 September 1980, merupakan Menteri UMKM dari Partai Golkar. Sebelumnya, ia menjabat sebagai anggota DPR RI.
Kehadirannya di persidangan menunjukkan komitmennya terhadap UMKM. Laporan menyebutkan Maman bahkan meneteskan air mata di ruang sidang karena keprihatinannya.
Ia merasa bertanggung jawab atas nasib UMKM dan menganggap sanksi pidana tidak tepat dalam kasus ini. Pembinaan dan sanksi administratif dianggap lebih bijak.
Sebelum menjadi Menteri UMKM, Maman Abdurrahman berpengalaman sebagai anggota DPR RI. Pengalaman ini menjadi modal berharga dalam menjalankan tugasnya sebagai menteri, khususnya dalam merumuskan kebijakan yang pro-UMKM.
Dengan pengalamannya di dunia politik, Maman diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang lebih efektif dalam melindungi dan memberdayakan UMKM Indonesia. Kasus Mama Khas Banjar menjadi momentum penting dalam perbaikan regulasi dan perlindungan UMKM.