Pemerintah Indonesia tengah gencar mempersiapkan pembangunan kawasan sentra industri garam nasional di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek ambisius ini mencakup area seluas 10.764 hektare, tersebar di 13 desa di tiga kecamatan: Landu Lenko, Pantai Baru, dan Rote Timur, termasuk wilayah perairan di Teluk Pantai Baru.
Tujuan utama pembangunan ini adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor garam industri. Targetnya, proyek ini mampu menurunkan volume impor garam industri hingga 600 ribu ton per tahun, dan pada jangka panjang diharapkan mampu menutup kekurangan garam nasional yang signifikan.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Perpres ini melarang impor garam untuk jenis tertentu guna mencapai swasembada garam. Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ahmad Koswara, menekankan urgensi proyek ini mengingat tenggat waktu yang ditetapkan dalam Perpres tersebut.
“Seperti kita ketahui setelah dikeluarkannya Perpres 17/2025 tentang Pelarangan Impor Garam dalam rangka mewujudkan swasembada garam, kita dibatasi oleh waktu untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Salah satu upaya yang strategis yang kita lakukan adalah dengan pembangunan kawasan sentra industri garam nasional di Rote,” jelas Koswara dalam konferensi pers di KKP, Jakarta Pusat, Rabu (11/6).
Daftar Baca
Strategi Pembangunan dan Pendanaan
Pemilihan Rote Ndao sebagai lokasi telah melalui proses penelitian dan penilaian yang panjang. Strategi pembangunan akan dijalankan melalui dua pendekatan: ekstensifikasi lahan garam baru dan intensifikasi pada tambak garam rakyat yang sudah ada. Tahap pertama pembangunan zona 1 akan difokuskan pada tahun 2025.
Pembangunan zona pertama akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar sekitar Rp750 miliar. Dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan zona 1 dan infrastruktur dasar di seluruh zona, termasuk jalan, dermaga, pengaturan air baku, listrik, dan utilitas pendukung lainnya.
PT Garam, perusahaan pelat merah, ditunjuk sebagai operator kawasan. Pengembangan zona selanjutnya akan melibatkan investor. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam mencapai target swasembada garam.
Kebutuhan dan Potensi Produksi Garam
Indonesia saat ini masih menghadapi kesenjangan besar antara kebutuhan dan pasokan garam industri. Pada 2025, kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 4,9 juta ton, sementara produksi lokal baru sekitar 2 juta ton. Kawasan industri garam Rote ditargetkan mampu menambah pasokan hingga 2,6 juta ton, bahkan berpotensi mencapai 3 juta ton.
Koswara menjelaskan bahwa perbedaan kebutuhan garam konsumsi dan industri menjadi alasan utama pengembangan berbasis standar teknologi industri. Garam rakyat lebih banyak digunakan untuk konsumsi, sementara industri membutuhkan garam dengan kualitas dan konsistensi kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi.
Direktur Sumber Daya Kelautan DJPK KKP, Frista Yorhanita, menambahkan bahwa proyek ini merupakan bagian dari roadmap pemerintah menuju swasembada garam 2027. Perpres 17/2025 menargetkan tidak ada lagi impor garam aneka pangan dan farmasi mulai 2025, dan swasembada garam untuk kebutuhan CAP (chlor alkali plant) pada 2027.
Integrasi Hulu-Hilir dan Teknologi Tepat Guna
Pembangunan kawasan industri garam di Rote akan mengintegrasikan seluruh proses, mulai dari produksi hingga distribusi. Penerapan teknologi tepat guna akan menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas garam agar sesuai dengan standar industri. Model produksi garam di Australia, yang terkenal dengan kualitas dan kuantitasnya, menjadi inspirasi pengembangan di Rote Ndao.
Rote Ndao memiliki karakteristik geografis dan iklim yang serupa dengan Australia, termasuk potensi hari panas dan kualitas air laut yang baik. Kawasan ini akan dikelola secara terpadu, dengan pemerintah menyediakan infrastruktur dasar, dan investor dilibatkan dalam pengembangan zona selanjutnya. Potensi penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 26 ribu orang.
Target produksi garam industri di Rote Ndao mencapai 200 ton per ha per siklus. Jika dikalikan dengan luas kawasan, diharapkan mampu memenuhi sebagian besar kekurangan pasokan garam industri nasional. Pemerintah juga akan menjajaki kemungkinan pemberian insentif fiskal jika kawasan tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kesimpulan
Proyek pembangunan kawasan sentra industri garam di Pulau Rote merupakan langkah strategis Indonesia untuk mencapai swasembada garam. Dengan integrasi hulu-hilir, teknologi tepat guna, dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, proyek ini berpotensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan perekonomian lokal. Namun, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada manajemen yang efektif, pengawasan yang ketat, dan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak.