Pemerintah Indonesia tengah berupaya membatasi pasar rokok, kendati produk ini menjadi penyumbang cukai terbesar dan memiliki dampak ekonomi signifikan. Upaya ini terjadi di tengah tren global untuk mengurangi jumlah perokok. Pertanyaannya, seberapa mungkin Indonesia mencapai hal serupa?
Tantangan tersebut menjadi fokus utama Asia-Pacific Conference on Smoking and Harm Reduction di Universitas Padjadjaran, Bandung. Konferensi yang diselenggarakan oleh Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) bersama universitas-universitas terkemuka di Asia ini membahas strategi pengurangan bahaya tembakau melalui riset ilmiah dan penerapan klinis.
Strategi Komunikasi yang Efektif
Direktur CoEHAR, Riccardo Polosa, menyatakan sambutan positif terhadap inisiatif ini. Komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan bukti ilmiah dinilai krusial dalam mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia.
Dukungan dari para pemangku kepentingan dan peneliti lokal menjadi kunci keberhasilan. Kerja sama dan jaringan yang kuat telah membangun jembatan ilmiah dan budaya yang unik.
CoEHAR telah melakukan kolaborasi riset di tujuh laboratorium, memvalidasi bukti ilmiah terbaru terkait toksikologi rokok dan produk pengurangan bahaya. Riset ini juga menetapkan standar penelitian internasional baru.
Evaluasi Dampak Rokok terhadap Kesehatan Mulut
CoEHAR juga mengevaluasi perubahan parameter kesehatan mulut pada perokok yang beralih ke produk pengurangan risiko.
Topik ini menarik perhatian besar dari para peserta konferensi. Isu kesehatan kulit dan mata, serta dampak merokok pada performa atletik dan militer juga menjadi sorotan.
Pakar Kesehatan Unpad, Ronny Lesmana, menekankan perlunya strategi inovatif untuk mengatasi dampak merokok di Indonesia. Kolaborasi internasional dianggap kunci keberhasilan upaya ini.
Cukai Rokok dan Industri Kecil Menengah
Industri Kecil Menengah (IKM) rokok tetap diwajibkan membayar cukai, namun dengan tarif yang lebih rendah. Hal ini disebut sebagai “cukai rakyat”.
Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan, menyarankan pendekatan ini untuk meminimalisir konflik kepentingan. Pembayaran cukai dianggap penting untuk mencegah kerugian negara.
Eric Hermawan mengingatkan pentingnya kebijakan cukai yang berimbang, yang tidak hanya fokus pada penerimaan negara, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap industri rokok, khususnya IKM. Kebijakan cukai yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif pada pertumbuhan industri rokok.
Pemerintah Indonesia menghadapi dilema antara penerimaan cukai dari industri rokok dan komitmen global untuk mengurangi jumlah perokok. Konferensi di Unpad menunjukkan upaya mencari solusi inovatif melalui riset ilmiah dan kolaborasi internasional. Pendekatan yang lebih seimbang dan berkelanjutan, yang memperhatikan baik aspek ekonomi maupun kesehatan masyarakat, sangat dibutuhkan untuk mengatasi kompleksitas masalah ini. Ke depannya, monitoring dan evaluasi yang ketat terhadap dampak kebijakan cukai dan program pengurangan bahaya tembakau sangat krusial untuk memastikan efektivitasnya.