Generasi Alpha, lahir antara tahun 2010 hingga 2024, tumbuh dalam era serba instan. Mereka terbiasa dengan akses mudah ke layanan pengantaran cepat dan belanja online. Ini menimbulkan tantangan baru bagi orang tua dalam mengajarkan pengelolaan keuangan yang efektif.
Daya beli Gen Alpha sangat signifikan. Sebuah riset GoHenry, penyedia kartu debit anak, menunjukkan pengeluaran mereka mencapai Rp 2 triliun antara 2023 dan 2024. Sebagian besar dihabiskan untuk layanan daring, terutama pesan antar makanan yang meningkat 113% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tantangan Mengelola Keuangan Generasi Alpha
Kemudahan akses dan kecepatan transaksi online membentuk perilaku keuangan Gen Alpha. Louise Hill, pendiri GoHenry, menekankan kebiasaan instan ini sebagai tantangan utama. Anak-anak terbiasa dengan “klik tombol” dan kurang memahami proses mendapatkan uang.
Meskipun sumber edukasi keuangan online melimpah, produk keuangan yang mudah diakses seperti kartu kredit dan sistem BNPL justru memperumit pembelajaran. Orang tua perlu mengatasi hal ini dengan mengajarkan pemahaman mendasar tentang nilai uang.
Membuat Konsep Uang Menjadi Nyata
Hill menyarankan pendekatan praktis untuk mengajarkan nilai uang. Memberi uang saku secara rutin, misalnya Rp 11.000 hingga Rp 111.000 per minggu, membantu anak memahami siklus mendapatkan dan menghabiskan uang.
Uang tunai berperan penting. Dengan memegang uang, anak-anak secara langsung melihat harga barang dan membuat perbandingan. Berikan beberapa koin dan biarkan mereka memahami nilai tukar untuk membeli barang kecil hingga besar.
Metode “anggaran pizza” efektif untuk remaja. Visualisasi alokasi pengeluaran rumah tangga seperti potongan pizza membantu mereka memahami prioritas pengeluaran. Mereka dapat melihat proporsi gaji yang digunakan untuk sewa, kebutuhan dasar, dan hiburan.
Melibatkan Anak dalam Percakapan Keuangan Keluarga
Anak-anak sangat peka terhadap sikap orang tua terhadap keuangan. Libatkan mereka dalam percakapan tentang keuangan keluarga, bahkan saat menghadapi tantangan finansial.
Transparansi penting, namun tidak harus detail. Jika keluarga mengurangi pengeluaran, misalnya tidak lagi memesan makanan siap saji, libatkan anak dalam mencari alternatif hemat, seperti memasak bersama di rumah.
Membuat pizza bersama, misalnya, tidak hanya menghemat uang, tapi juga mengajarkan pengambilan keputusan dan perencanaan pengeluaran. Ini membantu anak merasakan kendali atas kebiasaan belanja dan beradaptasi dengan perubahan kondisi keuangan.
Kesimpulannya, mendidik Gen Alpha tentang keuangan memerlukan pendekatan yang praktis dan melibatkan mereka secara langsung. Mengajarkan nilai uang secara nyata, menunjukkan proses mendapatkannya, serta keterbukaan dalam percakapan keuangan keluarga adalah kunci keberhasilannya. Dengan demikian, mereka tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab secara finansial.