preloader

Rekor Terendah BBCA: Akankah Sejarah Berulang? Analisa Saham Mendalam

Rekor Terendah BBCA: Akankah Sejarah Berulang? Analisa Saham Mendalam

Harga saham BBCA ditutup pada Rp8.750 per lembar pada Jumat, 20 Juni 2025.

Angka ini menandai pelemahan dibandingkan harga penutupan terendah sebelumnya di hari Kamis, yang juga berada di Rp8.750. Level tertinggi penawaran saham BBCA hari itu mencapai Rp8.925.

Pelemahan Saham BBCA: Tren Menurun dan Aksi Manajemen

Penurunan harga saham BBCA bukanlah hal baru. Rekor terendah pasca stock split tercatat pada awal tahun 2025, di angka Rp8.075 per lembar.

Menariknya, sejumlah petinggi BCA diketahui melakukan pembelian saham perusahaan. Presiden Direktur BBCA, Jahja Setiaatmadja, misalnya, membeli 337 ribu saham pada 25 Februari 2025.

Harga beli saham yang dilakukan Jahja Setiaatmadja adalah Rp8.900 per lembar. Ini merupakan harga diskon 4,3 persen (400 poin) dari harga penutupan saham pada 18 Februari 2025.

Namun, harga pembelian tersebut masih lebih tinggi 0,84 persen (75 poin) dari harga penutupan perdagangan saham pada 25 Februari 2025, yaitu Rp8.825 per lembar.

Analisis Para Ahli dan Rekomendasi Investasi

Para analis memberikan beragam pandangan terkait penurunan harga saham BBCA. Tekanan jual yang signifikan di IHSG menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Pergerakan saham-saham berkapitalisasi besar, termasuk BBCA, turut terpengaruh oleh kondisi IHSG.

Meski demikian, beberapa analis tetap optimis. Ciptadana Sekuritas merekomendasikan “beli” dengan target harga Rp11.600 per saham.

Rekomendasi serupa diberikan oleh analis RHB Research, David Chong, dengan target harga Rp11.100 per saham. Keduanya melihat proyeksi kinerja keuangan yang solid dan potensi dividen yang menarik.

Strategi “buy on weakness” disarankan di sekitar Rp9.200, dengan cut loss di bawah Rp9.000. Jika level Rp9.000 bertahan, potensi kenaikan menuju Rp9.400–Rp9.500 diprediksi dalam jangka pendek.

Dampak Konflik Geopolitik dan Kebijakan The Fed

Pelemahan IHSG pada Kamis, 19 Juni 2025, turut dipengaruhi oleh meningkatnya konflik geopolitik di Timur Tengah.

IHSG ditutup melemah 139,15 poin (1,96 persen) ke posisi 6.968,64. Indeks LQ45 juga turun 17,95 poin (2,26 persen) ke posisi 774,81.

Maximilianus Nico Demus dari Pilarmas Investindo Sekuritas menyebut kekhawatiran pelaku pasar terhadap konflik antara Israel dan Iran sebagai penyebab utama.

Potensi serangan AS terhadap Iran menambah ketidakpastian. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan ketidakstabilan regional dan keterlibatan AS yang lebih dalam.

Di sisi lain, The Fed mempertahankan suku bunga acuan pada level 4,25-4,50 persen. Keputusan ini mempertimbangkan inflasi dan dampak tarif perdagangan AS.

Ketua The Fed, Jerome Powell, memperingatkan potensi inflasi yang signifikan ke depan. Kenaikan tarif dagang berpotensi meningkatkan harga dan berdampak lebih persisten terhadap inflasi.

Ketidakpastian akibat tarif tersebut mempersulit upaya bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneter.

Secara keseluruhan, penurunan harga saham BBCA merupakan cerminan dari berbagai faktor, baik internal perusahaan maupun eksternal berupa kondisi pasar dan geopolitik. Meskipun ada penurunan, potensi pertumbuhan jangka panjang dan rekomendasi beli dari beberapa analis menunjukkan sentimen positif yang masih ada. Penting bagi investor untuk terus memantau perkembangan situasi dan mempertimbangkan strategi investasi yang tepat sesuai dengan profil risiko masing-masing.

Related Post