Anggota Komisi XII DPR RI, Gandung Pardiman, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memangkas masa berlaku Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan. Sebelumnya berlaku selama tiga tahun, kini disederhanakan menjadi satu tahun saja. Langkah ini dinilai efektif untuk meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya mineral nasional.
Kebijakan ini merupakan respons langsung atas usulan Komisi XII DPR RI yang disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri ESDM pada 2 Juli 2025. Gandung Pardiman menekankan pentingnya terobosan ini untuk meningkatkan transparansi dan kontrol pemerintah dalam mengelola kekayaan tambang Indonesia.
Penyederhanaan RKAB: Langkah Strategis Perkuat Pengawasan Negara
Dengan masa berlaku RKAB yang lebih singkat, evaluasi dan penyesuaian kebijakan dapat dilakukan secara lebih responsif terhadap dinamika di lapangan. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan lebih cepat jika diperlukan.
Pengawasan terhadap pelaku usaha tambang juga akan meningkat. Akibatnya, potensi penyimpangan dalam pemanfaatan sumber daya alam dapat diminimalisir.
Gandung menambahkan, kebijakan ini sejalan dengan visi Presiden untuk pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang transparan dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Hal ini memastikan kekayaan alam Indonesia bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
Dampak Positif Kebijakan RKAB Satu Tahun
RKAB satu tahun diharapkan dapat memperkuat kedaulatan negara dalam pengelolaan sektor pertambangan. Transparansi dan akuntabilitas dalam sektor ini akan meningkat.
Kemudahan penyesuaian regulasi sesuai perkembangan terkini juga menjadi dampak positifnya. Regulasi yang dinamis dan adaptif akan mampu merespon perubahan pasar dengan cepat.
Penyesuaian RKAB Menanggapi Anjloknya Harga Batu Bara
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyetujui usulan DPR untuk mengevaluasi RKAB pertambangan mineral dan batubara setiap tahun. Hal ini dilakukan sebagai respons atas anjloknya harga batu bara akibat kelebihan pasokan.
Kebijakan RKAB tiga tahunan dinilai terlalu longgar dan tidak mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi. Akibatnya, Indonesia kesulitan menyesuaikan volume produksi dengan kebutuhan dunia, sehingga harga terus tertekan.
Anjloknya harga batu bara berdampak negatif terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Oleh karena itu, peninjauan ulang aturan RKAB tiga tahunan menjadi langkah krusial.
Bahlil menjelaskan bahwa total konsumsi batu bara dunia mencapai sekitar 8-9 miliar ton, tetapi volume yang diperdagangkan hanya 1,2-1,3 miliar ton. Indonesia berkontribusi besar dalam perdagangan ini, dengan produksi ekspor batu bara sekitar 600-700 juta ton.
Kelebihan pasokan ini disebabkan persetujuan RKAB yang terlalu longgar selama tiga tahun. Hal ini membuat sulitnya menyesuaikan volume produksi batu bara dengan kebutuhan dunia.
Pemerintah berharap, dengan penyederhanaan RKAB menjadi satu tahun, pengelolaan sektor pertambangan Indonesia akan menjadi lebih baik, berkeadilan, dan berkelanjutan. Hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pengawasan yang lebih ketat dan responsif terhadap dinamika pasar akan memastikan pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dan berkelanjutan.