Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan pada pembukaan perdagangan Selasa, 1 Juli 2025. Rupiah menguat sebesar 56 poin atau 0,34 persen, mencapai angka 16.182 per dolar AS. Penguatan ini terjadi setelah sebelumnya berada di angka 16.238 per dolar AS.
Penguatan rupiah ini diprediksi oleh analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, sebagai dampak dari kekhawatiran investor terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak baru Amerika Serikat. RUU ini dinilai berpotensi menciptakan defisit anggaran yang signifikan.
Kekhawatiran RUU Pajak AS Picu Penguatan Rupiah
Lukman Leong menjelaskan bahwa indeks dolar melemah ke level terendah sejak Februari 2022. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran atas RUU pajak yang disebut berpotensi menimbulkan defisit hingga 3,3 triliun dolar AS.
RUU pajak yang dimaksud adalah RUU pemotongan pajak besar yang diloloskan Senat AS. RUU ini merupakan usulan Presiden Donald Trump dan merupakan langkah prosedural utama menuju pengesahan.
Detail RUU Pajak “One Big Beautiful Bill Act”
RUU setebal 940 halaman dengan judul “One Big Beautiful Bill Act” disahkan dengan suara 51-49. RUU ini mencakup berbagai poin penting, mulai dari perpanjangan pemotongan pajak tahun 2017 hingga pemotongan pajak lainnya.
Selain itu, RUU ini juga meningkatkan pengeluaran militer dan keamanan perbatasan. Namun, untuk menutupi kerugian pendapatan, RUU ini juga melakukan pemotongan besar-besaran pada program-program kesejahteraan sosial seperti Medicaid, kupon makanan, energi terbarukan, dan lainnya.
Prospek Rupiah Pasca Pemungutan Suara
Setelah pemungutan suara di Senat, RUU tersebut akan melewati proses debat dan amandemen lebih lanjut. Setelah disahkan Senat, RUU ini akan kembali ke DPR AS untuk pemungutan suara terakhir sebelum menuju Gedung Putih.
Lukman menambahkan bahwa pajak korporasi yang lebih rendah dalam RUU ini akan menurunkan penerimaan negara. Investor melihat ini menguntungkan para pendukungnya. Hal ini juga menjadi faktor yang mempengaruhi penguatan rupiah.
Penundaan kesepakatan tarif yang berakhir pada 9 Juli juga menjadi faktor yang menekan dolar AS. Kegagalan mencapai kesepakatan tarif akan membuat dolar AS semakin anjlok.
Hingga saat ini, AS baru mencapai kesepakatan dengan Inggris, namun dinilai merugikan Inggris. Belum ada negara lain yang mencapai kesepakatan karena permintaan AS yang dianggap tidak rasional.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Lukman memprediksi kurs rupiah akan berada di kisaran Rp 16.100 hingga Rp 16.200 per dolar AS.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh beberapa faktor global, terutama kekhawatiran terhadap RUU pajak AS dan penundaan kesepakatan tarif. Meskipun ada potensi volatilitas di masa mendatang, pergerakan positif ini menunjukkan potensi kekuatan rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.