Harga minyak dunia anjlok tajam setelah Iran melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar dan Irak. Penurunan ini merupakan yang terbesar dalam sehari sejak awal April, dan termasuk salah satu yang terburuk dalam tiga tahun terakhir.
Berdasarkan laporan CNN.com, harga minyak mentah AS jatuh 7,2 persen menjadi $68,51 per barel. Ini merupakan penurunan signifikan dan membuat harga minyak diperdagangkan di bawah US$70 untuk pertama kalinya sejak 12 Juni, sehari sebelum Israel memulai serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Kondisi ini menimbulkan spekulasi di pasar.
Bob McNally, Presiden Rapidan Energy Group, menjelaskan penurunan tajam ini sebagai reaksi pasar terhadap apa yang dianggap sebagai “alarm palsu” terkait ketegangan Iran-Israel. Pasar, menurutnya, masih menunggu bukti nyata gangguan pasokan minyak akibat eskalasi konflik tersebut. “Para pedagang telah melihat banyak alarm palsu terkait risiko gangguan geopolitik di pasar minyak,” ujar McNally. Ia menambahkan bahwa lonjakan harga lebih lanjut akan terkendali kecuali ada gangguan signifikan dalam produksi atau arus minyak Teluk.
Pendapat senada disampaikan Menteri Energi AS, Chris Wright. Dalam wawancara CNBC, Wright menyatakan bahwa ia tidak memperkirakan kenaikan harga minyak yang signifikan akibat ketegangan tersebut. Ia bahkan mengaku tak terkejut dengan penurunan harga minyak, bahkan mungkin lebih besar dari yang diperkirakan. “Saya tidak akan mengharapkan banyak pergerakan minyak naik dari ketegangan yang sedang terjadi. Saya tidak terkejut harga minyak telah turun sedikit, mungkin lebih dari yang saya duga,” katanya.
Analis lain berpendapat bahwa penurunan harga juga disebabkan oleh fakta bahwa serangan Iran tidak mengganggu pengiriman atau produksi QatarEnergy. Ketiadaan dampak langsung terhadap pasokan minyak global menjadi faktor penentu penurunan harga yang signifikan ini.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan akan ketahanan pasar minyak terhadap gejolak geopolitik. Meskipun serangan rudal Iran merupakan peristiwa signifikan, dampaknya terhadap pasokan minyak global ternyata terbatas. Ini menunjukkan bahwa pasar cenderung merespon lebih terhadap bukti nyata gangguan pasokan daripada spekulasi belaka.
Perlu dikaji lebih lanjut bagaimana perkembangan situasi geopolitik di Timur Tengah akan mempengaruhi harga minyak ke depannya. Faktor-faktor lain seperti permintaan global, produksi OPEC+, dan kebijakan energi negara-negara besar juga akan berperan penting dalam menentukan tren harga minyak mendatang. Kejelasan informasi dan transparansi data mengenai pasokan minyak sangat krusial dalam menjaga stabilitas pasar.
Kesimpulannya, penurunan harga minyak yang tajam ini menunjukkan kompleksitas pasar energi global. Reaksi pasar tidak hanya bergantung pada peristiwa geopolitik, tetapi juga pada dampak nyata peristiwa tersebut terhadap pasokan dan permintaan. Ke depan, analisis yang lebih cermat dan informasi yang akurat dibutuhkan untuk memprediksi pergerakan harga minyak dengan lebih tepat.