Penurunan daya beli masyarakat berdampak signifikan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Banyak pelaku UMKM melaporkan penurunan pendapatan yang cukup drastis, terutama bagi mereka yang mengandalkan penjualan langsung atau offline.
Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan kekhawatirannya terkait hal ini. Konsumen cenderung mengurangi pengeluaran untuk belanja langsung di toko-toko.
Dampak Penurunan Daya Beli terhadap UMKM
Hermawati menjelaskan bahwa penurunan daya beli membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam berbelanja. Mereka mengurangi pengeluaran karena pendapatan yang stagnan atau bahkan berkurang, terutama di tengah krisis ekonomi.
Belanja offline menjadi beban tambahan karena ongkos transportasi dan lain sebagainya. Hal ini semakin memberatkan pelaku UMKM yang sudah menghadapi tekanan ekonomi.
Akibatnya, hampir semua sektor UMKM mengalami penurunan pendapatan. Hermawati berharap pemerintah dapat segera menemukan solusi untuk mengatasi masalah ini.
Persaingan dengan produk impor juga menjadi faktor yang memperparah keadaan. Barang impor yang lebih murah seringkali menjadi pilihan konsumen, sehingga menekan penjualan produk lokal.
Harapan Insentif Pemerintah untuk UMKM
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira, mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif kepada pelaku usaha, termasuk UMKM. Langkah ini diharapkan dapat membantu menjaga kelangsungan usaha mereka.
Stimulus ekonomi tidak hanya cukup untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Stimulus langsung kepada pelaku usaha juga sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Anggawira menekankan perlunya dukungan nyata dari pemerintah. Insentif ini penting untuk menjaga keberlangsungan usaha UMKM di tengah krisis.
Jenis Insentif yang Diharapkan
Anggawira menyoroti empat poin penting terkait insentif yang dibutuhkan. Pertama, insentif pajak bagi UMKM dan industri padat karya.
Kedua, subsidi bunga kredit usaha untuk meringankan beban pembiayaan. Ketiga, kelonggaran aturan ekspor dan impor untuk memperluas pasar.
Keempat, dukungan untuk digitalisasi dan efisiensi produksi untuk meningkatkan daya saing. Dukungan ini penting agar UMKM dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Selain itu, diharapkan juga adanya insentif untuk sektor strategis seperti energi, manufaktur, dan logistik. Sektor-sektor ini berperan penting dalam pemulihan dan ekspansi usaha.
Anggawira juga melihat keberhasilan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pascapandemi Covid-19. Program ini dinilai mampu menjaga kekuatan ekonomi nasional.
Namun, ia menyoroti perlunya pemerataan akses insentif. Banyak UMKM masih kesulitan mengakses insentif karena kendala birokrasi dan informasi.
Ke depannya, diharapkan desain kebijakan yang lebih mudah diakses dan responsif. Keterlibatan asosiasi pengusaha sejak awal perencanaan kebijakan juga sangat penting.
Kesimpulannya, penurunan daya beli masyarakat menimbulkan dampak besar pada UMKM di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi berupa insentif yang tepat sasaran dan mudah diakses, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi perekonomian, termasuk persaingan dengan produk impor dan kebutuhan digitalisasi. Hanya dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha, perekonomian Indonesia dapat pulih dan UMKM dapat terus berkembang.