preloader

Pangan Biru: Solusi Ampuh Atasi Stunting dan Kekurangan Gizi

Pangan Biru: Solusi Ampuh Atasi Stunting dan Kekurangan Gizi

Pangan biru, atau *blue food*, semakin mendapat perhatian sebagai solusi untuk mengatasi masalah ketahanan pangan dan gizi, termasuk stunting. Sumber protein hewani dari laut memiliki nilai gizi tinggi dan jejak karbon rendah, menjadikannya alternatif berkelanjutan untuk sistem pangan yang lebih adil. Namun, pemanfaatan potensi ini membutuhkan pengelolaan yang bijak dan kolaborasi berbagai pihak.

Konsumsi ikan dari perairan lokal mendukung konsep *blue food* dan berperan penting dalam upaya pencegahan stunting. Amanda Katili Niode dari The Climate Reality Indonesia menekankan pentingnya menjaga ekosistem perairan dan melibatkan komunitas lokal untuk keberhasilan inisiatif ini.

Pangan Biru: Solusi untuk Stunting dan Ketahanan Pangan

Pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan merupakan kunci untuk mewujudkan *blue food system* yang efektif. Sistem pangan saat ini menghadapi tantangan serius akibat model pembangunan yang eksploitatif dan monopoli rantai pasok.

Hal ini mengakibatkan marginalisasi nelayan dan petani, serta mengancam ketahanan pangan. Potensi pangan biru sebagai solusi global sudah diakui, namun implementasinya di tingkat lokal membutuhkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat pesisir.

Perhatian pemerintah terhadap sektor kelautan masih perlu ditingkatkan. Laut memegang peranan penting dalam kedaulatan pangan dan keadilan ekologis. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, komunitas, dan LSM sangat krusial untuk membangun sistem pangan yang inklusif dan berkelanjutan.

Peran Strategis Pangan Biru dalam Ketahanan Pangan yang Inklusif

Diskusi kelompok terfokus (FGD) bertajuk *Blue Food as Climate Solution*, yang melibatkan Climate Reality Indonesia dan Climateworks Centre, mengungkap peran strategis pangan biru. Pangan yang berasal dari hewan, tumbuhan, dan alga air laut memiliki potensi besar untuk menciptakan ketahanan pangan yang adil dan merata.

Hakimul Ikhwan, Ph.D., Kaprodi Sosiologi UGM, menekankan pentingnya mengoptimalkan sumber daya laut sebagai sumber pangan utama. FGD ini juga menyoroti pentingnya keragaman hayati laut dan kepedulian terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat pesisir sehari-hari.

Keberlanjutan Ekosistem Laut: Kunci Pangan Biru yang Berkelanjutan

Keberlanjutan pangan biru tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan ekosistem laut. Prof. Luky Adrianto, Ph.D. dari IPB, menyatakan bahwa pangan biru merupakan aset penting untuk masa depan bangsa. Memelihara kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat pesisir berarti juga menjaga kelestarian laut.

Fina Itriyati, Ph.D., seorang sosiolog, mengaitkan perspektif ekofeminis dalam pengelolaan sumber daya pesisir. Perempuan, yang seringkali bergantung pada sumber daya alam dan memiliki tanggung jawab pengasuhan, mengalami dampak perubahan iklim secara lebih signifikan. Oleh karena itu, pendekatan ekofeminisme biru menjadi sangat penting untuk mencapai keadilan lingkungan dan gender.

Kesimpulannya, pangan biru menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengatasi masalah stunting dan membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan. Namun, suksesnya inisiatif ini bergantung pada pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan, pengakuan atas hak-hak masyarakat pesisir, dan kolaborasi yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan. Perhatian yang lebih besar dari pemerintah dan investasi dalam riset dan inovasi diperlukan untuk mewujudkan potensi penuh dari pangan biru bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Related Post